Asal Usul Gunung Merapi – Hampir semua orang tahu mengenai Gunung Merapi yang berada di Sleman, Yogyakarta ini.

Namun dibalik megahnya gunung satu ini, ada legenda Gunung Merapi yang begitu melekat di masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.

Konon daerah gunung tersebut hanyalah tanah datar.

Karena keadaan mendesak sebuah gunung mati di laut selatan harus dipindahkan ke tempat tersebut.

Akan tetapi terjadi suatu hal yang membuat gunung tersebut menjadi gunung aktif.

Apa yang terjadi?

Untuk mengetahui kisah lengkap tentang cerita rakyat satu ini, Wisatawan.id akan membahas Legenda dan Asal Usul Gunung Merapi

——————–
Jangan lupa untuk Like
Facebook Page Wisatawan.id

Asal Mula Gunung Merapi Menjadi Gunung Aktif yang Melegenda

Dikisahkan, saat itu pulau Jawa merupakan satu dari lima pulau besar yang ada di Indonesia.

Konon katanya, di masa lalu pulau satu ini memiliki letak miring atau tidak rata.

Karena hal tersebut, pada Dewa di Kahyangan pun bermaksud membuat pulau Jawa menjadi tidak miring lagi.

Dalam sebuah pertemuan yang dilakukan, pada Dewa memutuskan mendirikan gunung yang besar dan benar benar tinggi di tengah tengah Jawa sebagai penyeimbang pulau.

Hingga kemudian para Dewa memutuskan, akan memindahkan sebuah gunung Jamurdipa yang ada di laut selatan ke sebuah daerah yang memiliki tanah datar.

Yakni lebih tepatnya di perbatasan kabupaten Sleman di provinsi Yogyakarta dengan kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali di provinsi Jawa Tengah.

Sejalan dengan rencana para dewa, di tempat yang akan diletakkan gunung Jamurdipa hiduplah dua empu yang tengah membuat keris sakti.

Mengetahui hal itu, pada dewa lantas memiliki rencana menasihati kedua empu agar pindah ke tempat lain supaya tidak tertimpa oleh gunung yang akan diletakkan di tempat tersebut.

Kemudian raja dari pada Dewa yang disebut Batara Guru pun segera mengutus Barata Narada juga Dewa Penyarikan serta beberapa pengawal dari istana Kahyangan guna membujuk kedua empu tersebut.

Seperti yang dikisahkan dalam cerita asal usul Gunung Merapi, utusan tersebut lantas turun ke bumi.

Sesampainya di bumi, Batara Nadara juga Dewa Penyarikan beserta rombongan langsung menghampiri kedua empu yang tengah sibuk menempa sebuah besi yang sudah dicampur dengan berbagai macam logam.

Dimana nantinya besi tersebut akan dibuat menjadi keris yang begitu sakti mandraguna.

Melihat kegiatan kedua empu, utusan kerajaan Kahyangan itu nampak terkejut karena melihat cara menempa yang dilakukan oleh Empu Pamadi dan Empu Rama dalam membuat keris.

Hal ini dikarenakan kedua empu tersebut menempa batangan besi yang membara tidak menggunakan palu dan juga landasan logam.

Akan tetapi dengan menggunakan tangan kosong dan berlandaskan paha.

Konon, dikisahkan bahwa kepalan tangan Empu Pamadi dan Empu Rama bagaikan palu baja yang begitu amat keras.

Hingga setiap kepalan tangan yang dipukulkan ke batangan besi yang membara, menghasilkan percikan cahaya dengan begitu memancar.

Kembali pada tugas yang diemban, utusan raja Dewa itu kemudian memutuskan untuk menjeda sejenak kegiatan kedua empu.

“Maaf, Empu! Kami berdua adalah utusan raja Dewa dan ingin berbicara dengan Empu sekalian” Ujar dewa Penyarikan menarik perhatian kedua empu.

Melihat adanya tamu, membuat Empu Pamadi dan Empu Rama dengan segera menghentikan pekerjaan menempa besi.

Kemudian mereka mempersilahkan kedua utusan Dewa dari Kahyangan tersebut untuk duduk.

“Ada apa gerangan hingga Paduka mendatangi rakyat biasa seperti kami ini?” Empu Rama bertanya dengan hati hati.

“Sejatinya kedatangan kami di tanah Jawa ini untuk menyampaikan permintaan para Dewa Kahyangan kepada empu berdua” Sahut Batara Narada, menjawab pertanyaan heran dari kedua empu.

“Apa gerangan permintaan para dewa?” Ujar empu Parmadi dengan begitu penasaran.

“Semoga saja kami bisa memenuhi permintaan tersebut” tambahnya.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat daerah Yogyakarta dan sekitarnya sebagai asal usul Gunung Merapi, diketahui bahwa setelah itu Batara Narada lantas menjelaskan apa sebenarnya permintaan pada Dewa kepada kedua empu.

Setelah mendengar seperti apa permintaan para Dewa, kedua empu hanya bisa tertegun.

Hal ini dikarenakan mereka berdua merasa bahwa permintaan tersebut begitu berat untuk dikabulkan.

Dengan berat hati, Empu Rama berucap “Saya minta maaf, Paduka.

Bukanlah saya lancang dengan bermaksud menolak permintaan dari para dewa.

Namun perlu paduka ketahui, bahwa membuat keris yang sakti tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.

Termasuk juga mengerjakannya dengan berpindah pindah tempat. Sekali lagi maafkan saya, Paduka!”

“Tapi Empu, mengertilah keadaan ini begitu sangat mendesak. Sebab apabila Empu berdua tidak segera pindah dari sini, pulau Jawa ini jika dibiarkan saja akan semakin bertambah miring.” Sanggah Dewa Penyarikan.

“Benar apa yang dikatakan oleh Dewa Penyarikan, Empu. Kami pun dengan senang hari bersedia untuk mencarikan empu berdua tempat yang lebih baik.” Batara Narada ikut membujuk.

Singkat cerita, dari perdebatan alot itu belum mendapatkan kata sepakat.

Meski telah dijanjikan akan dicarikan tempat yang lebih baik, tetapi kedua empu tetap tidak mau pindah dari tanah tersebut.

“Saya minta maaf, Paduka! Kami berdua belum bisa memenuhi permintaan para Dewa ini.

Jikalau kami berpindah tempat, sementara pembuatan keris ini belum selesai maka keris ini tidak akan sebagus yang diharapkan.”

Ujar Empu Pamadi beralasan.

“Lagi pula, Paduka. Di tanah Jawa masih banyak tanah datar yang lebih bagus dari tempat ini untuk tempat Gunung Jamurdipa itu.”

Tambah Empu Pamadi memberikan usul.

Ternyata kedua empu tersebut terlalu teguh hatinya, sebab tidak mau berpindah tempat mencari daerah lain.

Melihat hal itu, dalam legenda Gunung Merapi dikisahkan Batara Narada dan juga Dewa Penyarikan pun mulai kehilangan kesabaran dalam membujuk kedua empu yang sangat keras kepala.

Lantaran mengemban tugas yang diperintahkan langsung oleh Batara Guru, kedua utusan Dewa ini lantas mengancam Empu Pamadi dan Empu Rama agar mau pindah ke tempat lain.

“Wahai Empu Pamadi sekalian Empu Rama! Janganlah kalian memaksa kami berdua untuk mengusir kalian dari tanah ini” Kata Batara Narada dengan tegas.

Lantas apakah kedua empu ini takut? Tentu saja tidak.

Empu Pamadi juga Empu Rama tidak merasa ketakutan dengan ancaman tersebut, sebab mereka merasa bahwa mereka juga tengah mengemban tugas penting yang harus diselesaikan.

Rundingan tersebut akhirnya tidak berjalan dengan mulus sesuai yang dikehendaki oleh para Dewa.

Dikarenakan kedua pihak yang sama sama tetap teguh dengan pendirian masing masing, lantas memunculkan perselisihan di antara keduanya.

Meskipun menghadapi utusan Dewa bahkan para Dewa sekalipun, namun kedua empu tersebut nampak tidak gentar.

Kedua empu ini sangat percaya diri mampu mengalahkan mereka, sehingga tetap bisa menempa besi di tanah tersebut.

Dengan kekuatan yang dimiliki masing masing, kedua belah pihak siap melakukan pertarungan guna mempertahankan tanah di tengah tengah pulau Jawa itu.

Tak pelak, pertarungan sengit pun tidak bisa dihindarkan dari orang orang sakti tersebut.

Dengan mengerahkan segenap kesaktian yang dimiliki, kedua empu menghadang serangan dari Batara Narada dan Dewa Penyarikan beserta para prajurit istana Kahyangan yang ikut bertarung.

Meskipun kedua empu dikeroyok oleh begitu banyak orang yang juga memiliki kesaktian, Empu Rama juga Empu Pamadi berhasil memenangkan pertarungan.

Mengetahui tidak bisa menandingi kesaktian kedua empu hingga kalah dalam pertarungan, diceritakan dalam asal usul Gunung Merapi bahwa Dewa Penyarikan dan Batara Narada akhirnya kembali ke istana Kahyangan untuk melapor kepada Batara Guru.

Dengan sisa sisa tenaga yang dimiliki dan kekecewaan dari kekalahan peperangan, kedua utusan Dewa akhirnya bisa menyampaikan hasil tugas di tanah datar di tengah tengah pulau Jawa.

“Ampuni kami, Batara Guru! Kami gagal dalam misi membujuk Empu Pamadi sekalian Empu Rama untuk pindah dari tanah itu. Mereka berdua sangat sakti mandraguna” Itulah laporan yang diberikan oleh Batara Narada.

Mendengar laporan para utusannya itu, membuat Batara Guru menjadi murka.

Bagaimana bisa kedua empu itu melawan perintah yang diberikan oleh raja para Dewa.

“Dasar manusia keras kepala! Memang kedua empu keras kepala itu harus diberikan pelajaran” Lantang Batara Guru dengan marah.

Kemudian Batara Guru berseru kepada Dewa Bayu, yang juga ada di istana Kayahngan dan ikut dalam pertemuan dengan dewa dewa lainnya.

“Dewa Bayu, segera engkau tiup itu Gunung Jamurdipa” Batara Guru berseru.

Mendengar sang raja Dewa yang begitu murka, Dewa Bayu dengan segera melaksanakan perintah itu.

Memiliki kesaktian yang tidak main main, Dewa Bayu sebagai dewa yang mengendalikan angin kemudian segera meniupkan angin yang begitu kencang.

Dimana tiupan dari dewa angin tersebut terjadi luar biasanya menakjubkan.

Sebab hanya dengan sebuah tiupan, lantas berubah bagaikan angin topan.

Bahkan berhasil menerbangkan gunung Jamurdipa di laut selatan hingga melayang layang di udara.

Angin tersebut kemudian berhasil menerbangkan gunung Jamurdipa hingga sampai di tanah Jawa, lebih tepatnya di daratan datar di tengah tengah pulau Jawa yang menjadi tempat Empu Pamadi dan Empu Rama untuk menempa batangan besi.

Yang saat ini, tempat tersebut merupakan perbatasan provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Gunung Jamurdipa akhirnya jatuh tepat di atas perapian dari kedua empu.

Dimana kedua empu yang ada di tempat tersebut ikut tertimpa gunung hingga tewas seketika.

Menurut cerita masyarakat sekitar bahkan hingga menjadi sebuah legenda Gunung Merapi, konon roh dari kedua empu kemudian menjadi penunggu gunung tersebut.

Sementara itu, perapian yang sebelumnya digunakan untuk membuat keris berubah menjadi kawah.

Karena semula kawah tersebut adalah perapian, para Dewa kemudian memutuskan mengganti nama gunung Jamurdipa menjadi gunung Merapi seperti yang dikenal orang orang saat ini.

Demikian lah kisah legenda yang berkembang di kalangan masyarakat sekitar gunung aktif tersebut.

Pesan Moral Yang Bisa Dipetik Oleh Kisah Ini

Meskipun hanya kisah dongeng semata, namun ada pesan moral yang dapat dipetik oleh para pembaca.

Pesan tersebut ialah jangan sampai kita menjadi orang yang tidak mau mendengarkan nasihat orang lain, apalagi jika nasihat tersebut adalah nasihat baik.

Sebab orang yang tidak mendengarkan nasihat baik, bisa jadi celaka di kemudian hari.

Cerita dongeng selalu saja menarik untuk dibaca ataupun diceritakan.

Selain karena isi cerita yang menarik, berbagai kisah legenda nusantara biasanya penuh dengan pesan moral yang patut menjadi contoh teladan.

Termasuk juga cerita asal mula terbentuknya gunung berapi yang berada di Sleman Yogyakarta ini, yang konon merupakan gunung yang diterbangkan dari laut selatan.